Oleh : Michael Graves
(Penerima AIA Gold Medal 2001 dan profesor emeritus di Universitas
Princeton Amerika Serikat.)
Telah menjadi kecenderungan pada banyak kalangan arsitektur untuk menyatakan bahwa : menggambar sudah mati. Apa yang terjadi dalam profesi kita, dan kesenian kita, yang telah menyebabkan keniscayaan berakhirnya dari cara yang paling kuat untuk mengkonsepkan dan merepresentasikan arsitektur?
Komputer , tentu saja.
|
|
Dengan kemampuannya yang luar biasa untuk mengorganisir dan menampilkan data, komputer telah mengubah setiap aspek dalam mana dan bagaimana seorang arsitek bekerja, dari sebuah sketsa impresi pertama ide mereka hingga menciptakan dokumen konstruksi yang rumit untuk kontraktor. Selama berabad abad kata benda “digit” ( dari bahasa Latin : digitus) selalu berarti jari (dalam bahasa Inggris). Tetapi sekarang , bentuk adjektifnya ( kata sifat) : “digital” hampir selalu dikaitkan dengan data. Apakah tangan kita telah menjadi kuno sebagai perangkat kreatif? Adakah tangan kita telah digantikan oleh mesin? Dan dengan itu dimana sekarang proses kreatif berada?
Dewasa ini rata rata arsitek menggunakan perangkat lunak CAD ( Computer Aided Design= desain yang dibantu oleh komputer) dengan nama nama seperti AutoCAD dan Revit sebuah perangkat untuk membuat BIM ( Building Information Modeling = Pemodelan informasi bangunan). Bangunan bangunan tidak lagi dirancang secara visual dan spatial; mereka di komputasikan melalui berbagai database yang saling tersambung. Saya berpraktik arsitektur sejak tahun 1964, dan kantor saya tidak kebal ( terhadap komputer). Seperti semua arsitek , kami secara rutin menggunakan program peranti lunak ini dan itu terutama untuk dokumen konstruksi, tapi juga untuk pengembangan rancangan dan presentasi. Tak ada masalah yang inheren mengenai hal itu, sepanjang itu tidak hanya demikian.
Arsitektur tidak bisa memisahkan diri dari gambar, seberapapun teknologi mengesankan. Gambar gambar bukan sekedar hasil akhir: mereka adalah bagian dari proses pemikiran dari rancangan arsitektur. Gambar gambar mengungkapkan interaksi dari pikiran kita, mata dan tangan. Pernyataan yang paling belakang ini adalah mustahak ( krusial) bagi perbedaan antara mereka yang menggambar untuk mengkonsepkan arsitektur dan mereka yang menggunakan komputer. Tentu saja , dalam beberapa hal gambar tidak bisa mati: ada pasar besar untuk karya asli dari para arsitek terkemuka. Saya pernah menggelar pameran tunggal di New York dan tempat lainnya, dan gambar gambar saya bisa ditemukan pada koleksi koleksi Metropolitan Museum of Art, Museum of Modern Art dan Cooper-Hewitt.
Tapi dapatkah nilai dari gambar gambar itu hanya sekedar dari artifak para kolektor atau sebuah gambar indah? Tidak. Saya memiliki tujuan sejati dalam membuat setiap gambar: atau untuk mengingat sesuatu atau mempelajari sesuatu. Setiapnya adalah bagian dari suatu proses dan tidak berakhir pada dirinya. Secara pribadi saya tertarik bukan saja dengan apa yang dipilih para arsitek untuk digambar tetapi juga apa yang mereka pilih untuk tidak digambar. Selama puluhan tahun saya mendapat alasan untuk mengatakan bahwa gambar arsitektur bisa dibagi menjadi tiga jenis yang saya sebut sebagai 1. sketsa acuan (referential sketch), 2. gambar studi persiapan ( preparatory study) dan 3. gambar definitif ( the definitive drawing).
Belakang ini gambar definitif , sebuah produk akhir dan yang paling berkembang dari yang tiga ini, hampir secara universal di produksi dengan menggunakan komputer, dan itu masih bisa dibilang patut. Tetapi bagaimana dengan dua lainnya? Apa nilai mereka dalam proses kreatif ? Apa yang bisa mereka ajarkan ke kita? Sketsa acuan berperan sebagai catatan harian visual, rekaman dari temuan seorang arsitek. Sketsa itu bisa saja sesederhana catatan ringkas dari konsep rancangan atau dapat menjelaskan detail dari komposisi yang lebih besar. Bahkan bisa pula bukan menjadi gambar yang ada hubungannya dengan sebuah bangunan ataupun suatu waktu dalam sejarah.
Sketsa acuan lebih sebagai penangkap ide daripada sebuah representasi kenyataan. Sketsa seketsa ini dengan demikian pada galibnya bersifat tidak lengkap dan sangat pemilih. Ketika saya menggambar sesuatu, saya mengingat yang saya gambar. Gambar adalah sesuatu yang mengingatkan gagasan yang dari semula menyebabkan saya mencatat. Hubungan yang mendalam itu, yaitu proses pemikiran itu, tak bisa ditiru oleh sebuah komputer. Jenis gambar kedua, studi awal (preparatory study) biasanya adalah bagian dari proses kemajuan penggambaran yang memperhalus sebuah rancangan. Seperti sketsa acuan, gambar studi awal ini bisa tidak mencerminkan proses linear.( saya mendapatkan bahwa CAD jauh blebih bersifat linear dalam proses penggambaran). Secara pribadi saya suka menggambar diatas kertas tembus pandang berwarna kuning ( kalkir kuning) , yang membuat saya menggambar berlapis lapis satu diatas yang sebelumnya, mengembangkan apa yang sudah saya gambar sebelumnya dan, lagi lagi, menciptakan sebuah hubungan emosional dengan pekerjaan saya.
Dengan kedua jenis gambar ini, ada semacam kegembiraan tertentu dalam penciptaannya, yang datang dari interaksi antara otak dan tangan. Interaksi hubungan fisik dan mental kita dengan gambar adalah perbuatan-perbuatan pembentukan. Dalam sebuah gambar tangan, apakah itu diatas sebuah tablet elektronis (pad) atau diatas kertas, ada intonasi, jejak jejak niat dan spekulasi. Ini tak beda dengan bagaimana seorang musisi mengintonasikan nada atau bagaimana sebuah rif dalam jazz dipahami secara halus mendalam (subliminally) dan membuat anda tersenyum.
Saya mendapatkan semua itu berbeda dengan apa yang sekarang disebut sebagai “rancangan parametrik” yang membolehkan komputer mengenerate bentuk melalui satu set instruksi instruksi, yang kadang berujung pada apa yang disebut sebagai “arsitektur gumpalan (blob architecture = arsitektur yang pada umumnya berbentuk tetesan air). Rancangan rancangannya rumit dan menarik dalam caranya sendiri, tetapi tak memiliki kepuasan emosional dari sebuah rancangan yang berasal dari (gambar) tangan. Beberapa tahun yang lalu saya duduk dalam suatu rapat fakultas yang agak membosankan di Universitas Princeton. Untuk melewatkan waktu, saya mengeluarkan tablet elektronik saya dan mulai menggambar sebuah denah, barangkali dari sebuah bangunan yang sedang saya rancang. Seorang kolega yang sama bosannya dengan saya memperhatikan dengan rasa terhibur. Saya tiba pada suatu titik dimana saya tak bisa memutuskan sesuatu dan menyerahkan tablet saya padanya. Dia menambahkan beberapa garis dan mengembalikan tablet itu. Permainan berlanjut. Bolak balik, masing masing menggambar lima garis , lalu empat dan seterusnya.
Sementara kami tak bicara, kami terlibat dalam suatu dialog mengenai denah ini dan kami saling sangat mengerti. Anda bisa saja melakukan hal ini dengan kata kata sebagai suatu debat biasa. Tetapi sangat berbeda. Permainan kita bukan mengenai si pemenang atau yang kalah, tetapi mengenai sebuah bahasa bersama. Kami murni menyukai proses pembuatan gambar ini. Ada sebuah keharusan , dalam perbuatan menggambar , bahwa komposisinya harus terbuka, dan spekulasinya akan tetap “basah” dalam pengertian melukis (dengan cat minyak yang memerlukan beberapa waktu untuk kering dan selesai sehingga selama catnya masih basah kita masih bisa merubah , menambah dan mengurangi) . Denah kami dibuat tanpa skala dan kami bisa saja dengan mudah atau menggambar sebuah bangunan rumah tinggal dari bagian sebuah kota. Perbuatan menggambar itulah yang membuat kami bisa berspekulasi.
Sekarang apabila saya bekerja sama dengan mahasiswa dan staf saya yang menguasai komputer, saya perhatikan bahwa ada sesuatu yang hilang ketika mereka menggambar hanya dengan komputer. Sama dengan kita mendengar kata kata dalam sebuah novel yang dibacakan keras keras, (sementara) kalau membaca sendiri bukunya, memberi kesempatan kita untuk sedikit berangan angan sedikit berasosiasi diluar arti harafiah dari halaman halaman novel itu.
Begitu pula halnya dengan gambar tangan yang akan merangsang khayalan dan membuat kita bisa berspekulasi mengenai gagasan gagasan, sebuah isyarat bagus bahwa kita memang benar benar hidup.
Judul asli: Architecture and the Lost of Art of Drawing. Oleh Michael Graves
http://www.nytimes.com/2012/09/02/opinion/sunday/architecture-and-the-lost-art-of-drawing.html?_r=2&
Laman resmi Michael Graves & Associates:
http://www.michaelgraves.com/architecture/home.html
Laman resmi Michael Graves & Associates:
http://www.michaelgraves.com/architecture/home.html
[Sumber : http://arungmaya.blogspot.com/]
No comments:
Post a Comment